nusakini.com--Kualitas pertumbuhan ekonomi makro diharapkan dapat menekan kesenjangan ekonomi dan mengurangi kemiskinan juga ikut memulihkan sektor ekonomi mikro. 

Seperti diketahui, dalam laporannya Bank Dunia menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia memasuki tahun 2017 dimulai dengan pijakan yang kuat, dibantu oleh lingkungan global yang lebih mendukung dan kondisi fundamental dalam negeri yang membaik. Pertumbuhan PDB riil diproyeksikan meningkat dari 5,2% tahun 2017 menjadi 5,3% pada tahun 2018. 

Bank multilateral itu mencatat bahwa pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil menguat menjadi 5,0% (tahun-ke-tahun) pada triwulan pertama tahun 2017, dibandingkan dengan 4,9% pada triwulan sebelumnya. 

Hal ini didorong oleh pulihnya tingkat konsumsi pemerintah dan melonjaknya nilai ekspor. Sementara inflasi meningkat karena kenaikan tarif listrik, namun inflasi ini dinilai masih relatif rendah. Kebijakan moneter terus bersifat akomodatif. 

Meski demikian, kualitas pertumbuhan ekonomi makro masih belum memulihkan sektor ekonomi mikro. Hal-hal yang bersifat mikro seperti ongkos logistik, produksi pangan, perkembangan usaha mikro kecil dan menengah, tidak otomatis selesai dengan kondisi makro yang membaik. 

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan, Juan Permata Adoe mengatakan, laporan Bank Dunia menunjukkan skala prioritas pemerintah pada ekonomi makro, termasuk menekan inflasi semaksimal mungkin.  

“Soalnya beban belanja infrastruktur negara kita luar biasa besar,” ujar Juan. 

Dia menilai, di sektor ekonomi mikro masih banyak masalah. “Secara teknis dalam kebijakan ekonomi masih belum sinkron dan holistik antar kementerian sektoral,” ungkapnya.  

Beberapa sektor dan regulasi yang mengaturnya masih berbenturan. Juan memberi contoh sektor perbankan dengan sektor industri, sektor pertanian dengan kehutanan dan lingkungan hidup, UU Bank Indonesia dan kebijakan perpajakan, UU Perdagangan dan UU Perindustrian. 

“Semua masalah yang ada di sektor ekonomi mikro hanya bisa diatasi dengan program mengatasi kesenjangan ekonomi, meningkatkan produksi dalam negeri, pembiayaan permodalan ekonomi yang lebih masif dan keberpihakan kepada industri nasional,” ujar Juan. 

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani Motik mengatakan pertumbuhan ekonomi belum cukup untuk menyerap kebutuhan lapangan pekerjaan.  

“Seharusnya minimal pertumbuhan ekonomi 6%. Selama belum mencapai angka itu, ekonomi masih fragile. Daya beli lemah. Terlalu banyak regulasi. Pajak terlalu kencang. Kurang pas dalam kondisi ekonomi sulit,” kata Yani Motik. 

Kalkulasi yang selama ini menjadi patokan para ekonom, setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1%, menambah lapangan pekerjaan untuk 260 ribu orang. Di sisi lain, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), setiap tahun jumlah penduduk Indonesia bertambah sekitar 1,4%, yaitu sekitar 3 juta orang. 

Dalam keterangan resmi kepada media, Bank Dunia tidak menyinggung dampak dari serangkaian Paket Kebijakan Ekonomi yang diluncurkan pemerintahan Presiden Jokowi. Pada hari yang sama dengan peluncuran Laporan Bank Dunia ini, pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi seri ke-15. Paket kali ini mengatur tentang aspek logistik, termasuk perkapalan dan asuransinya. (p/ab)